Pages

Kamis, 29 November 2012

Celotehan Jiwa


APAKAH BENAR SEBUAH HARAPAN DAN MIMPI ITU BOHONG ADANYA.....!!!!!!!!!
Semakin hari semuanya tamapk tak jelas, tak ada lagi titik menunjukakn sebuah harapan itu akan datang, apakah ini hanya khayalan aku belakang atau ini sebuah lubang  yang dalam dan gelap yang harus ku terlusuri hingga ku dapat kan sebuah cahaya pengharapan dalam setiap harapan dan minpi ku yang pernah ku rancang dan ku harapakan benar adanya... aku mulai bingung terjerabak dilubang yang gelap dan sunyi tanpa pengaman dan penerangan yang jelas, ku gantungkan diri ku pada seutas akar  yang tak tau seberapa lama akar itu kuat  menahan aku dengan segudang harapan dan impian yang tak kunjung mendapatkan cahaya pengharapan dari sang mentari pagi..
Ini adalah sebuah perjalanan yang bodoh ketika aku memilih masuk dalam sebuah lubang vertikal tanpa mengunakan sebuah tali sebagai pengaman dan segelintir alat-alat Singel Rope Teknik yang wajib dalam sebuah penelusuran lubang vertikal. Dalam pikiran ku hanya niat dan tekat aku mampu masuk hingga mendapatkan cahaya pengharapa yang telah ku impi-impikan selama ini, tapi itu semua bodoh dan tindakan gila yang ku lakukan. Aku melupakan bahwa aku butuh team dan terlebih aku butuh sebuah pengaman yang bisa membawa ku masuk dan menemukan sebuah cahaya pengaharapan yang ku impikan selama ini, jangankan sebuah team atau alat pengaman yang aku lupakan sebuah penerangan pun aku tak punya..
Waw, sebuah tindakan bodoh dan ceroboh, tapi apa boleh buat aku sekarang telah sampai setengah dari dalamnya lubang sunyi dan senyap ini, ku nikmati gelap dan sunyinya suasan dalam lubang ini, seperti hati ku yang  dingin senyap dan gelap untuk orang lain. Ingin rasanya ku kembali kepermukaan apa daya aku bukan seorang pemanjat yang bisa memanjati dinding gua yang licin dan tajam penuh dengan ornamen yang indah dan menyakitkan, ada pernah ku berpikir tuk terus masuk hingga ku temukan sebuah bottom pengharapan dengan setitik cahaya yang indah yang menyinari hati dan pikiran ku hingga ku dapatkan pengharapan yang ku inginkan, tapi itu tak mungkin ku lakukan tanpa sebuah pengaman untuk turun kedasar sana, walaupun ku tau disana ada SAM pengharapan yang ku cari.
Hingga saat ini ku hanya bisa berdiam diri dan tetap menunggu sebuah keajaiban datang pada ku, dalam rupa seorang caver yang masuk dan membawa ku ke Bottom yang ku tujuh, tapi sampai sekarang keajaiban itu tak kunjung datang, dan ku pun mulai putus asa menunggu sebuah harapan yang tak kunjung datang. Hari demi hari minggu demi minggu bulan demi bulan hingga tahun pun terlewati harapan seorang caver datang pun tak kunjung ada, bekal ku semakin menipis dan sumber air pun ku maafkan dari rembesan air ujan dari selah-selah batuaan dalam lubang gelap ini, sesekali aku pun melihat kebawah apakah mungkin aku bisa sampai disana...????? hati ku pun menjawab bisa jika kau mau melakukannya, dan disisi lain aku takut akan ketinggin dan gelap sesekali ketakutan itu mengantui ku, hingga sampai sekarang aku terjebak dalam lubang gelap tak bercahaya lagi dan aku pun mulai lupa bagai mana rupa ku, rupa keluarga ku, rupa teman-teman ku dan rupa dia yang ada dihati ku.
Semuanya ini tak akan pernah berakhir jika aku terus menunggu yang tak jelas mungkin prinsip hidup ku harus diruba bukan mimpi yang harus kita tunggu tapi mimpi hanya lah mimpi dan kita lah lakon yang harus mengejar dan mencarinya bukan untuk menunggu dan terus menunggu. Jiwa hati pikiran dan raga ku tak senggup untuk menunggu dan terus menunggu ini saatnya ku berlari dan secara perlahan keselusuri lubang gelap ini hanya dengan seutas akar, hingga aku harus merayap turun genting hingga jatuh dan terguling diantar ornamen-ornamen gua yang keras dan tajam melukai hati ku. Hingga aku terus masuk di tengah gelap dan sunyinya malam. mari langkahkan kaki mu teman dan ngapai lah apa yang kamu inginkan, sebab tanpa pengaman dan sebuah cahaya kita masi bisa berjalan karena pengaman yang paling baik adalah diri kita sendiri dan penerangan yang paling terang adalah mata dan hati kita sendiri. Jangan kira kita tak mampun tapi  yakin lah bahwa kiata mampu...
Mari kita bukti kan teman bahwa sibuta dan si bodoh bisa juga mengapai cahaya dalam hidupnya, hari ini atau besok. Jangan takut akan gelapnya hidup, kerasnya hidup, sunyinya hidup, dan tanjamnya hidup mu, tapi nikmati lah setiap sunyinya malam gelap, perihnya luka dan tajamnya kata-kata dalam setiap langkah hidup mu, sebab semuanya adalah kenangan yang indah pada saatnya....
“Semuanya berawal dari diri sendiri dan berakhri pada diri kita sendiri”
Gelap dan sunyi itu indah, jangan takut akan gelap sebab dalam gelap dan kesunyiaan terdapat jutaan keindahan yang tersembuyi, carilah hingga kita temukan satu keindah dari jutaan keindahan dalam gelap dan sunyinya hidup kita, sebab satu yang mewakili jutaan keindahan dalam setiap kehidup kita.
Semuanya kan berakhir indah jika awal dan akhir telah dijalankan dengan sempurna, dan biarkan Yang Mahakuasa mengoreskan kuasnya hingga membentuk pelangi dalam hati kita semua.. amin 



                                                                                        ttd

                                                                               Bonie Raja jahil

"Ekskrusi sosial"

# Kehidupan di Parkir kecil #

Berawal dari pagi yang begitu indah, ditemani dengan aktivitas memasak dan senam pagi. tanpa mandi pagi saya mulai melaksanakan tugas. setelah sarapan pagi saya mulai melakukan kegitan kami, satu persatu kami dipanggil dan diberi tugas yang berbeda dan dilakukan ditempat yang berbeda juga. kegiatan kali ini saya mendapatkan pekerjaan menjadi juru parkir dan lengkap dengan pakaian yang begitu layak menjadi seorang tukang parkir.
Tanpa basa-basi, saya  berangkat dengan tekat dan harapa bisa mendapatkan uang dari pekerjaan saya ini. saya pergi berjalan sendiri menuju Pajak (pasar) dimana saya akan berkerja sebagai juru parkir, pajak yang belum pernah saya  kenal dan kunjungi selama saya berkuliah di Universitas Sriwijaya, nama pajak ini ialah Pasar 26 Ilir bertempat di Kota Palembang kecamatan IB satu.
Sesaat saya mulai berkerja menjadi juru parkir, dan hendak meminta bayaran kepada seorang atas jasa parkirnya, seketika itu pula saya mendapat ancaman dari seorang pemuda, yang merasa lahan parkirnya saya ambil, dengan tenang hati, saya menjelaskan dan sekaligus melobi pemuda tersebut untuk memperbolehkan saya berkerja dilahan parkirnya. Ternyata Pemuda itu malah tambah marah kepada saya, dan ia langsung mengusir saya dari lahan parkir.
Saya pun pergi dan mencari lahan parkir yang lain, dengan tidak mengulangi kesalahan saya tadi, maka dengan rendah hati saya memohon dan meminta izin kepada juru parkir dilahan yang lain, dan lagi-lagi saya ditolak dan dicaci maki, karena saya terlalu memaksa orang tersebut menerima saya menjadi juru parkir ditempat itu. Merasa saya selalu ditolak dilahan parkir motor, saya pun beralih ke lahan parkir mobil dan ternyata dikali ketiganya saya masih saja ditolak dan dicaci maki oleh juru parkir.. Dalam hati ku sangat lah kesal dan mencaci maki mereka atas penghinaan kepada ku, tak tau kah mereka aku ini seorang mahasiswa bukan lah gembel atau orang miskin. tapi saya ingat pesan ketua Presidium ku bahwa lepaskan dulu identitas mu, dan masuk lah kedalam kehidupan sosial dipekerjaan mu itu, kata-kata itu membuat ku bersemagat lagi...:)
Tanpa lelah saya kembali mencoba untuk meminta kepada juru parkir yang lain, agar saya diperbolehkan berkeja membantunya selama 30 menit menjadi juru parkir, dan lagi-lagi saya ditolak, entah sudah berapa banyak juru parkir yang menolak saya. Alasan mereka menolak saya, karna hari ini pengunjung pasar 26 ini sepi, pada hal kenyataannya lumayan rame, saya pun mulai kebingungan karena tidak tau harus kemana lagi saya mencari lahan parkir yang meneri saya berkerja. seketika mata ku tertujuh kepada seorang pemuda yang menjadi juru parkir disana, hati ku berkata dia sepertinya baik dan mungkin bisa menerima saya menjadi juru parkir, dengan ilmu lobi yang saya dapatkan semalam, maka dengan percaya diri saya memperkenalkan diri dan menawarkan diri membantu pemuda itu untuk jadi juru parkir motor satu lahan kecil dipasar 26 ilir, dan pemuda itu menerima saya untuk membantunya. 
sebelum kami berkerja pemuda tersebut, mengatakan " jangan berharap banyak atas pekerjaan ini karena hasilnya tidak lah terlalu banyak" setelah itu kami pun mulai berkerja. Dengan hati yang gembira dan semagat 45 saya berkerja dengan ulet dan teliti dibawah teriknya matahari pagi. sekitar satu jam saya berkerja saya bisa mengumpulkan uang sebesar Rp. 30.000,00, dan parkir pun mulai sepi, melihat hal tersebut seluruh uang yang saya dapatkan saya berikan kepada pemuda tersebut.
Tiba-tiba ada seorang ibu yang berjualan sayuran mengajak saya berbincang-bincang, ibu itu menayakan identitas, asal,dimana saya tinggal dan perkerjaan saya apa, dan lain-lain yang banyak ibu itu tanyakan pada saya. Untuk menutupi identitas saya, maka saya berbohon pada ibu itu, bahwa saya tidak punya keluarga, tempat tinggal, dan berkerja yang tidak tetap, kadang-kadang ngamen, parkir bahkan menjadi pemulung itu yang saya kata kan pada ibu tersebut. Mungkin ibu penjual sayuran tersebut tersentuh mendengar kisah hidup saya, sehingga ibu tersebut menawarkan saya berkerja ditempat saudaranya dan bisa tinggal sementara di rumahny. Mendengar tawaran ibu tersebut, hati ku merasa tersentuh, ternyata masih ada yang peduli dengan orang disampingnya, tapi mengapa hanya segelintir orang dan bukan semua orang atau pun para pejabat mau pun kalangan orang-orang beruang, ini hal yang ku tangkap dan menjadi bahan pedoman ku untuk menjalin hidup ku kedepan nanti.
tiga jam berlalu saya menjadi juru parkir, dengan tambahan uang yang saya dapatkan dan melihat hari mulai siang dan para pengunjung pasar 26 ilir pun sepi. saya memberikan hasil parkir saya kepada pemuda tersebut, dan tanpa saya sadari pemuda tersebut memberikan saya uang sebanyak Rp. 14.000,00 untuk hasil keringgat saya hari ini, ketika saya menolak uang tersebut, pemuda tersebut marah, dengan berat hati saya terima uang tersebut. setelah itu saya diajak pulang kerumah pemuda tersebut, sesampai dirumah pemuda tersebut saya ditawari minum makan dan beristirahat digubuknya, saya tidak tega makan dirumahny karna saya melihat untuk dirinya sendiri pun tidak cukup. lebih parah lagi rumah pemuda tersebut berdiri diatas aliran got yang tergenang air dan terbuat dari papan-papan yang mulai keropos dan tidak layak untuk ditinggali,
Namun saat saya mau pulang saya tidak sempat pamit kepada pemuda tersebut, dengan seketika saya mencari-cari pemuda itu, dan tidak kunjung ketemu. Dengan berat hati saya melangkah kan kaki kembali kesekretariat PMKRI cab. Palembang dengan membawa uang ditanggan ku sebanyak Rp. 14.000,00.
Satu pesan kehidupan yang saya dapatkan " dalam hati ku bertanya jalan hidup apa yang akan kelak ku jalani, aku bertanya apakah aku sudah melakukan perbuatan yang baik dan perbuatan yang baik apa yang bisa aku lakukan untuk hari ini, esok dan selamanya"
Semoga kisah ini membuat kita lebih peka lagi kepada orang-orang disamping kita...
terimakasih buat kakak-kakak yang sudah memberikan kami sedikit banyak makna hidup yang singkat pada hari ini.

TERIMA KASIH..................................

Pro ecclesia et Patria...!!!!!!!!!!!
                                                                                                                         Tertanda


                                                                                                                    Herman Marpaung




#Pengalaman Ekskursi Sosial MaBim 2012#

            Pengalaman MABIM hari ini sangat luar biasa. kami semua, peserta MABIM mendapat tugas ekskursi sosial. Ada yang ditugaskan menjadi pengamen, pengemis, pemulung, dan tukang parkir. Semua pekerjaan itu dianggap sebagian orang sebagai pekerjaan yang rendah, yang hanya dipandang sebelah mata. Tak jarang para pelaku pekerjaan itu memperoleh perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka yang merasa dirinya lebih ‘tinggi’. Hal ini sangat memprihatinkan kita tidak tahu apa yang menjadi latar belakangnya memilih pekerjaan itu, tetapi kita terkadang hanya bisa men-judge tanpa berusaha memahaminya. Tujuan ekskursi sosial ini adalah agar para peserta MABIM dapat mengetahui dan merasakan sendiri kerasnya perjuangan hidup yang harus dilalui para pelaku pekerjaan tersebut.
            Kebetulan saya mendapat tugas sebagai pengamen. Saya cukup bersyukur karena saya tidak sendiri. Saya bersama mas Agus bbertugas mengamen di daerah BKB (Benteng Kuto Besak). Teman-teman yang lain, Kak Lusi dan Mora sebagai pengamen, Maria dan Yuven sebagai pengemis, Rosa dan Nano sebagai pemulung, dan Herman sebagai tukang parker. Pada pukul 7 pagi, kami semua dilepas dan pergi sendiri menuju lokasi yang telah ditentukan. Awalnya, jujur saja rasa malu tidak dapat dibendung. Serasa semua mata mengarah ke akmi dengan pandang aneh. Tetapi, kami berusaha menepis rasa malu itu dan dengan PD-nya melakoni pekerjaan tersebut :D
            Yang menjadi kendala saya dan Mas Agus adlah pilihan lagu. Tidak ada satupun yang kami ingat dengan baik liriknya –-‘’. Untung sebuah ide cukup cemerlang muncul, kmai memutuskan untuk menyanyikan lagu berjudul “Ayah” dan sasaran kamipun ttertuju pada bapak-bapak yang usianya cukup lanjut. Satu kumpulan bapak-bapak yang kami temui, dengan sedikit rasa ragu kami coba untuk mengamen di hadapan mereka. Baru menyanyikan 3-4 baris, bapak tersebut sudah memberikan uang, rasanya agak gimana gitu, antara bapak itu memang sibuk atau merasa terganggu dengan kehadiran kami, tapi ya sudahlah, kaim tetap mensyukurinya :D. Hasil pertama ngamen Rp 7.000,00 senangnya hatiku :D. Semangat pun semakin menjadi-jadi, tanpa ragu lagi kami segera mendatangi kumpulan orang lainnya. Namun, nasib baik tidak selalu datang, baru sedikit bernyanyi langsung diminta pergi, ya…mau gimana lagi.
            langkah kaki mulai melambat, teriknya sinar matahari dengan cepat menguras energy kami. Akhirnya, kami putuskan untuk beristirahat sambil mencoba mencari lagu lainnya. Ternyata untuk mencari sasaran saja sudah sulit. Di waktu pagi BKB masih sepi sekali, karna tidak mau menyia-nyiakan waktu, kmai putuskan untuk pindah lokasi ke bawah jembatan Ampera. Disana sangat ramai, banyak pedagang kaki lima yang juga sedang mencari nafkah. yang namanya dunia kerja pasti ada persaingan, sama halnya dengan ngamen, belum-belum kami sudah menemui 2 orang pengamen. Kami urung untuk mengamen di sana karena takutnya keberadaan kami akan menggangu mereka bekerja. keliling terus keliling, tak tahu sudah berapa kali kani berputar melewati kantor pos, kantor walikota, BKB, monument, dll. Lagi-lagi kami memutuskan untuk beristirahat.
            Kami ditugaskan sampai pukul 11 siang, karena property yang kami gunakan terbatas, tanpa alat komunikasi,dll, kami tidak tahu ini jam berapa. Kami mencoba untuk menanyakan jam dengan beberapa orang. Namun, apa yang kami terima, mereka seolah acuh tak acuh dengan keberadaan kami. Padahal kami hanya menanyakan waktu saja, tetapi tanggapan mereka sangat mengecewakan. Kami tidak gentar dengan prilaku tersebut, dan kami kembali mencoba.
            kegiatan mengamen kami lanjutkan, kami temui lagi sekumpulan bapak yang sedang sarapan pagi. Sungguh senang hati, melihat respon mereka. Mereka sangat senang dengan nyanyian kami. Ada seorang kakek yang sedang berolahraga pagi meminta kami kembali bernyanyi mengiringinya  menggerakkan tubuh rentanya. Senang sekali rasanya bisa menghibur kakek tersebut. Setelah selesai mengamen di tempat itu, kami lanjutkan perjalanan ke lokasi lain. Tidak lama kemudian, datanglah seorang bapak dengan motor. ternyata bapak tersebut adalah orang yang mendengar kami mengamen tadi. Bapak tersebut mengatakan kepada kami bahwa kakek tersebut menawarkan pekerjaan kepada kami untuk bekerja di rukonya sehingga kami bisa sambil menghibur kakek tersebut dengan nyanyian kami. Kakek tersebut merasa prihatin kepada kmi yang mengamen sehingga ingin membantu kami. Namun, kerena ki tahu ini hanyalah sandiwara, sebisa mungkin kami menolak secara halus. Akhirnya bapak tersebut dapat mengerti dan pergi menggalkan kami.
            Luar biasa sekali peristiwa-peristiwa yang kami alami tersebut. Semua rasa tercampur, mulai dari kesal, kecewa, malu, senang, terharu, semuanya. Memang hasil uang yang kami peroleh tidak seberapa, namun pengalaman ini yang lebih berharga. Pengalaman ini mengajarkan kami untuk tidak gampang menyerah menjalani kehidupan sekeras apapun, janganlah kita memandang rendah seseorang karena keadaan sosial dan ekonomi mereka, karena pada dasarnya kita semua sama... :)


TERIMA KASIH..................................:)

Pro ecclesia et Patria...!!!!!!!!!!!


                                                                
                                                                   Oleh : Theresia Nurmalita (FH Unsri 2012)




Pluralitas hidup beragama

Pluralitas dalam Kebersamaan

Materi baru yang diterapkan oleh PMKRI cab. Palembang di MPAB tahun 2012 ini ialah materi Pluralitas hidup beragama, dimana teman-teman calon anggota baru PMKRI cabang Palembang mendapat pengetahuan tentang begitu penting dan sensitifnya masalah tentang hidup beragama saat ini dinegara kita indonesia tercinta..
dengan menghadirkan pemateri dari teman-teman KMHDI (Hindu), KMBP (Budha), PMII(Islam), dan PMKRI cab. Palembang (Katolik), sebagai pembicara pada materi pluralitas hidup beragama, dengan hal tersebut teman-teman calon anggota baru mendapat wawasan yang baru, bahwa sebenarnya kehidupan beragama dinegara kita ini khususnya disumatera selatan ini masih terjalin secara harmonis satu sama lain, hormat menghormati satu sama lain pun sangat kuat, sehingga masih terjalin sebuah kesinambuangan hidup rukun beragama..

pro ecclesia et patria..!!!!

MABIM 2012






















Minggu, 28 Oktober 2012

Romansa Biru
Ku titipkan sebentuk Hati kecilku kepada seseorang yang jauh disana. Aku berharap dia mampu menjaga Hati itu. Menjadi pelita ketika Hati itu merasa gelap, memeluk Hati itu ketika ia kedinginan, menjadi penunjuk jalan ketika Hati itu tersesat, menjadi penasihat ketika Hati itu gelisah, dan menjadi sandaran ketika Hati itu lelah. Sebentuk Hati kecil yang rapuh, yang seringkali merasa tidak berdaya ketika harus dihadapkan pada sebuah pilihan. Aku tak cukup kuat untuk menjaga Hati itu sendirian, namun seseorang itu pun juga tak mampu bertahan untuk bersamaku menjaga Hati itu. Sebuah tragedi klasik yang malah justru menghancurkan Hati itu menjadi berkeping – keping. Sebuah kenyataan yang menyakitkan, kejujuran yang menyesakkan, menggoyahkan kepercayaan dan menodai arti sebuah kesetiaan.

Kini Hati itu berada dalam situasi yang penuh ketidakpastian. Hati itu merasa galau. Hati itu merasa merindu. Hati itu kesepian. Hati itu masih berharap. Berharap pada sesuatu yang tidak bisa direncana. Berharap pada seseorang yang telah meninggalkan Hati itu dan menjauh pergi. Seseorang yang sampai saat ini tidak mengerti dan tidak mau mengerti tentang Hati itu. Aku menyebut seseorang itu sebagai ‘Pelangi’. Pelangi itu tidak pernah terlihat ketika Hati itu sangat merindukan keindahannya. Pelangi itu hanya dapat dinikmati sesaat saja. Pelangi itu terlalu mustahil untuk dapat dimiliki kembali oleh Hati itu. Pelangiku, Pelangi yang terlalu jauh untukku sentuh.

Suatu kali, Hati itu berpikir untuk bicara tentang sebuah keadaan. Keadaan seperti benteng yang membuat Hati itu begitu takut untuk bicara. Benteng yang memberi jarak dan membuat Pelangi dan Hati itu terpisah sekian lama. Tetapi, ketika Hati itu ingin mulai bicara, Logika pun tak ingin kalah dan menyusup bak duri dalam daging yang turut membentengi Hati itu. “Apa maumu Hati kecil? Apakah kamu ingin mengubah keadaan ini menjadi seperti yang kamu inginkan? Jangan sembrono. Itu bukan kuasamu, melainkan kuasa – Nya yang bekerja. Dia yang jauh disana lebih tahu apa yang kamu butuhkan bukan apa yang kamu inginkan. Mulailah berpikir dewasa, jangan egois dan menuruti nafsumu. Dia rencanakan hidupmu jauh lebih indah dari apa yang kamu bayangkan. Dia tahu waktu yang tepat, Dia sudah berjanji, karena itu bersabarlah untuk menanti waktu itu!! Yakinlah, akan tiba saatnya.”

Hati itu hanya bisa terdiam ketika Logika berbicara. Hati itu menangis. Menangis karena begitu bodoh ingin mendahului kuasa – Nya. “Sabar...” hal yang dapat dilakukan oleh Hati itu.

Detik berlalu, menit berlalu, jam, hari, bulan dan tahun juga berlalu. Bahkan begitu cepat semua berlalu. Hati itu mulai kembali mengumpulkan kepingan – kepingan yang telah hancur. Hati itu kini telah bangkit. Hati itu telah cukup kuat. Hati itu pun masih terus mencoba bersabar. Hati itu mencoba meyakini kuasa yang dijanjikan. Semua tidak semudah apa yang diinginkan. Hati itu terus berproses, satu per satu keindahan lain pun datang menghampiri. Bulan, Bintang, dan bahkan Matahari yang mencoba mengusik keindahan Pelangi dalam Hati itu, tidak mampu menggoyahkan keyakinan Hati itu. Hati itu tetap bertahan. Tidak peduli dengan kilauan Bintang yang gemerlap, tidak peduli dengan cahaya Bulan yang penuh keteduhan, dan tidak juga peduli pada Matahari yang tiada lelah memberi.

Hati itu tetap yakin pada sebuah janji. Janji yang mungkin telah terlupakan oleh Pelangi. Hati itu akan terus menunggu. Menunggu sampai Pelangi itu datang. Menjemput Hati itu bersama mimpi mereka. Pelangiku, mungkin Hati itu tidak pernah tahu kapan kuasa – Nya akan bekerja. Hati itu hanya ingin menyampaikan sebuah kalimat sederhana, “Pelangi berpengharapan yang kamu janjikan dulu, masihkah dapat aku nikmati keindahannya? Ataukah semua telah berubah, dan pengharapan itu tak lagi ada??”

Sore tadi, Hati itu kembali menangis. Tiba – tiba kesesakan menghimpit, nafasnya tersendat. Hati itu terlihat begitu kecewa, Hati itu kembali terluka. Hati itu merasa kehilangan, lagi. Pelangi itu tidak kunjung datang. Sore tadi adalah hujan yang ke – 999, hujan yang membuat Hati itu berharap dapat melihat Pelangi yang dinantinya. Namun, Pelangi itu entah berada dimana. Hati itu tersudut, terpojok dalam dimensi ruang yang membawanya melamun ke tragedi klasik itu. Andaikan semua yang berlalu dapat aku kembalikan ke keadaan normal lagi, bukan yang seperti ini, terhalang tembok yang membentengi kita. Hati itu kembali tersadar, Hati itu tertawa. Sebuah situasi yang menjijikkan, yang membuat Hati itu tertawa dalam sebuah topeng yang penuh kepalsuan.

Hati itu bangun dari lamunannya. Hati itu telah lelah, Hati itu mencoba melupakan harapannya, Pelangiku. Hati itu ingin mewujudkan mimpi mereka, meskipun kini Hati itu sendirian. Hati itu yakin, suatu saat jika Dia yang mempunyai kuasa mengatakan ‘iya’ maka semua akan menjadi sempurna. Hati itu sadar bahwa untuk mencapai kesempurnaan itu tidaklah mudah. Hati itu juga tidak mampu membohongi aku. Ia tidak pernah benar- benar melupakan sang Pelangi. Hati itu justru menyimpan harapan bersama sang Pelangiku dalam relung yang terdalam. Hati itu mungkin perlahan menghilang, Hati itu mungkin juga mulai menjauh. Tetapi, Pelangiku harus tahu bahwa Hati itu hanya tidak ingin melihat Pelangiku gagal, Hati itu ingin melihat Pelangi berbahagia meski dari kejauhan. Hati itu memberikan kebebasan yang Pelangi inginkan. Hati itu selalu berdoa yang terbaik untuk sang Pelangi, meski perih menyelimuti Hati itu, tapi Hati itu tetap mencoba bertahan.

Dalam pekatnya malam, Hati itu berjalan tertatih, menyusuri tiap jalan yang pernah Hati itu lewati bersama sang Pelangi. Seperti memutar kembali ingatan dimasa lalu, satu per satu adegan bak drama pertunjukan terlintas dibenaknya. Terduduk lemas disebuah kursi kayu dekat taman, Hati itu melihat setangkai mawar putih yang teronggok diantara sampah dedaunan. Kala itu musim kemarau, dedaunan seolah tak punya daya berguguran memenuhi seisi taman itu. Hati itu mengambil mawar putih itu dan memandang penuh tanya. Siapa yang membuangnya? Tidak ada harganya kah mawar ini hingga pemiliknya membuangnya begitu saja? Hati itu menyimpan mawar putih itu pada sebuah kotak kecil. Kotak itu berisi tentang harapan, cita – cita, dan mimpi Hati itu. Hati itu mulai merasa lelah dan terlelap bersama nikmatnya keindahan senja.

Tiba – tiba hembusan angin membangunkan Hati itu. Sebuah keyakinan baru kembali menohoknya. Hati itu ingin pasrah, untuk semua yang Hati itu alami. Biarlah semua tersimpan dengan manis dalam relungku, aku tak ingin mengusikmu lagi Pelangiku. Aku bahagia, aku bahagia.. sekali lagi aku bahagia. Aku tidak bohong, aku benar – benar bahagia. Aku yakin, tulang rusuk dan pemiliknya tidak akan pernah tertukar. Jika kamu memang tulang rusukku, Pelangiku, pasti saatnya akan tiba. Bersabarlah. Kini biarkan aku berlalu darimu, ucapkan ‘Selamat jalan untukku dan untukmu.’ Hati itu berjalan dengan mantap, menatap lurus ke depan dan menghampiriku lagi. “Hei.. Kenapa gadis kecilku termenung disini? Apa yang kamu nanti? Sesuatu yang tidak pasti? Lupakan itu, Hati kecilmu telah kembali. Hati kecilmu akan selalu ada untukmu. Kini biarkan Hati kecilmu ini masuk dan memberi warna dalam hidupmu, tertawa, terluka, menangis, semua akan tetap baik – baik saja. Aku setia mendampingimu gadis kecilku, bersama kita selamanya, bersama kita akan menunggu sang Pelangi. Menanti keindahannya, menanti indah warnanya pada waktu yang tepat.” Aku tersenyum manis dan memeluk Hati kecilku erat – erat, tak ingin kehilangan Hati kecilku untuk kedua kalinya, tak ingin melepaskannya pada Pelangi – Pelangi lain yang mungkin akan menghancurkan Hati kecilku lagi. Aku dan Hati kecilku tertawa lepas, melepas semua penat dan beban. Aku dan Hati kecilku saling menatap penuh cinta, tersirat hasrat penuh keteduhan, langit biru kala itu turut menambah semaraknya aku dan Hati kecilku.....

By: Natalia Setyawati